Laman

Jumat, 25 Juni 2010

Kaya Akan SDA Tapi Miskin, Heemmm.. Aneh Tapi Nyata.

Berawal pada hari selasa, 15 Juni 2010 lalu, rapat kerja komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Darwin Saleh akhirnya menyetujui kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) untuk semua pelanggan, kenaikan ini bervariasi, untuk golongan industry berdaya 1.300 – 2.200 VA naik 6%, sedangkan yang berdaya 1.300 – 5.500 VA naik 18% dan untuk golongan rmah tanggan berdaya 450 – 900 VA tidak naik.

Alibi untuk menaikan TDL dikarenakan untuk menutupi kekurangan subsidi listrik. Dampak dari kenaikan TDL ini pasti yang paling dibebankan adalah RAKYAT KECIL, untuk makan saja susah dan kini ditambah dengan naiknya TDL. Setelah TDL naik bisa saja BBM naik lalu apa lagi yang akan naik, hanya pemerintah yang mengetahui hal ini.

TDL naik apakah dapat dipastikan sudah tidak ada lagi pemadaman listrik, dan apakah Indonesia terbebas dari gelap dan bisa terang benderang bagi pelosok daerah terpencil. PLN menaikan TDL, apakah pelayanan dan kualitas dari Service PLN bisa memuaskan…??? Inilah pertanyaan yang belum terjawab…

Penambahan penggunaan BBM itu karena minimnya pasokan gas yang diterima oleh PLN, sementara sangat sulit dan hampir-hampir PLN merasa frustasi untuk mendapatkan tambahan pasokan gas yang baru. Padahal jika sebagian besar pembangkit PLN digerakan dengan gas, PLN akan bisa menghemat puluhan triliyun. Jika itu terealisasi maka dana yang dihemat itu PLN bisa membangun jaringan atau pembangkit baru. Apalagi jika diiringi dengan pengembangan sumber listrik yang terbarukan seperti panas bumi, tenaga surya, air, angina, gelombang laut dsb.

Namun sayang hal itu tidak bisa terjadi saat ini. Pasalnya, gas produksi dalam negeri justru lebih banyak diekspor dengan kontrak jangka panjang dan lama, kalau sudah begini siapa yang dirugikan..???

Pangkalnya adalah UU yang dibuat DPR yaitu UU No 2 tahun 2001 tentang migas yang mengamanatkan Domestic Market Obligation (DMO) kewajiban suplai gas untuk kebutuhan dalam negeri hanya minimal 25% jika dibalikan yaitu 75% untuk konsumsi dalam negeri dan 25% buat luar pasti negeri ini makmur dan tidak akan kekurangan gas.. Mungkin tidak ya itu terjadi, dan apakan pemerintah berani mengambil kebijakan tersebut atau paling tidak 50:50 gitu kan jalan tengah. Akan tetapi hal ini berat karena kontrak yang dibuat sudah berjalan, hal ini bukan perkara mudah itu pasti yang dipikirkan oleh penguasa negeri ini.

Jika dikaji lagi semua kontrak pasti negeri ini tidak menjadi kaya akan SDA tapi tetap miskin pemasukan gasnya. Akibatnya, gas tangguh terus mengalir ke luar, diantaranya ke Cina dengan harga yang murah. Gas natuna Blok B telah diikat kontrak untuk mensuplai Singapura selama cadangan gas masih ada. Lalu Negeri ini dapat apa…??? Kekayaan alam terus dikuras tapi bangsa sendiri tidak bisa menikmatinya. Penyuplaiaan gas ke luar negeri jika bisa dikaji ulang pasti negeri ini bisa makmur dan tidak kekurangan gas dan BBM lainya karena semua yang ada dari kekayaan alam negeri ini dapat dinikmati oleh masyarakat sendiri.

Apalagi pengusaha gas itu diserahkan kepada kontraktor yang hampir semua dipegang oleh pihak asing. Akibatnya, pemerintah tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri. Sungguh ironis..!! gas ini milik kita yang sangat kita butuhkan dijual ke luar negeri, bahkan ada yang dengan harga murah, sementara industry dalam negeri sungguh sangat kesulitan termaksud PLN dan kita diwajibkan mengimpor BBM dengan harga mahal dan selebihnya kita membeli gas dari pihak lain sementara gas yang diambil itu berasa dari negeri ini.

UU mungkin perlu ditinjau lagi, dan jika mau di amandemen harus bisa menguntungkan bangsa kita, ubah semua UU yang tidak menguntukan, itu jika pemerintah berani..??? jawabannya ada dalam diri pemerintah negeri ini, apakah mau melakukannya atau tidak. Belum lagi jaringan mafia di trading energy yang banyak memainkan produk UU demi kepentingan bisnis dan keuntungan segelintir pihak saja.

Islam menetapkan bahwa kekayaan alam seperti gas, minyak, barang tambang, dsb itu sebagai milik umum atau milik bersama sehingga bisa diartikan bukan untuk kepentingan segelintir orang atau pihak saja.

Hal ini butuh kebaranian dari pemerintah untuk bertindan dan mengkaji ulang semua kontrak terutama mengenai gas dan kekayaan alam ini jangan mudah di bodoh-bodohkan dan jangan gelap mata hanya dapat bonus yang bergelimang tapi menyusahkan rakyat ini. Butuh dukungan dari semua pihak sehingga beban pemerintah juga bisa berkurang dan kerja keras semua bihak yang telibat.

Referensi: Buletin Dakwah Al Islam Hizbut Tahrir Indonesia Edisi 512/Tahun XVII

Tidak ada komentar:

Posting Komentar